Skip to main content

Featured

"Orang Pendek" bukan Sekedar Mitos.

- 2014 Akhir tahun 2014, saya ketika itu bepergian ke daerah Bengkulu. Ketika itu saya memilih jalan darat, karena selain lebih murah, perjalanan darat juga memberi suatu hal yang saya sebut sebagai "perjalanan yang sesungguhnya". Saat itu saya menggunakan jasa suv yang di jadikan travel.   Singkat cerita, saya memasuki perbatasan Lampung - Bengkulu melewati daerah bergunung dengan hutan lebat. Driver menyebut daerah ini dengan nama Hutan Lindung. Kemudian saya menyimpulkan bahwa kawasan ini sebenarnya adalah bagian dari kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Salah satu kawasan Taman Nasional terluas dan terkaya di bumi sumatera ini membentang dari Lampung hingga ke Bengkulu.   Seperti biasa, dalam perjalanan saya mengobrol bebas dengan penumpang lain dan driver tentunya sampai akhirnya masuk ke sebuah cerita yang di sampaikan Driver dengan logat khas bengkulu itu. "Dulu kalau saya lewat sini, sering banyak anak kecil pak". Anak kecil macam apa yan

Sepunduk ; Jejak Megalitikum di Bumi Kalimantan

Sepunduk?
Apa itu?

Begitulah yang mungkin jadi pertanyaan anda begitu mendengar kata Sepunduk, sangat asing bukan? Tapi bagi orang dayak, khususnya daerah Kalimantan Tengah dan Barat (Timur dan Selatan belum pernah kesana, jadi gk tau), Sepunduk adalah hal biasa yang sangat mudah di jumpai di perkampungan Dayak, terutama daerah pedalaman seperti Belantikan, Katingan, Sintang, maupun daerah sekitar Nanga Pinoh.

Itu juga yang saya rasakan ketika pertama kali melangkah memasuki perkampungan Dayak di Kalbar dan Kalteng. Pada awal perjalanan saya di daerah Nanga Pinoh (sekitar tahun 2007), saya bahkan tak berani bertanya itu apa dan buat apa. Seiring waktu, akhirnya saya mendapat sedikit cerita dari mereka tentang Sepunduk, dan cerita itu kini saya bagi ke anda semua.

Sebuah Ungkapan Duka Cita
Sepunduk didirikan saat ada anggota keluarga yang meninggal dunia. Umumnya sepunduk akan di tanam ketika orang yang meninggal sudah ditewahkan (Tewah : Upacara Kematian). Sepunduk harus di buat dari kayu Ulin utuh. besarnya sepunduk berbeda-beda tiap daerah.

Sepunduk juga merupakan simbol status sosial dimana yang mampu mengadakan upacara tewah dan mendirikan sepunduk merupakan orang yang berada. Sepunduk dipasang menghadap ke arah matahari terbit, beberapa sumber lain mengatakan bahwa sepunduk dipasang menghadap ke arah sungai.

Ditanam di Atas Kepala


Pada masa lalu, sepunduk ditanam di atas kepala manusia. Kepala didapat dengan cara mengayau (Berburu Kepala). Ya, pada masa lalu, selama upacara Tewah berlangsung, para anggota keluarga akan pergi ke daerah lain dan mencari kepala. Upacara tewah baru akan lengkap jika kepala sudah di dapat. Atas sebab itu juga sepunduk selalu di tanam pada pagi buta untuk menghindari dilihat oleh anak-anak ataupun orang lain.

Pada masa sekarang, seiring perkembangan jaman dan masuknya agama ke dalam masyarakat, kepala manusia di ganti dengan kepala sapi. Akan tetapi fungsi dari sepunduk dan tewah masih tetap sama.

Tradisi pembuatan sepunduk ini saat ini mulai luntur seiring kemajuan zaman. Namun jejak sepunduk yang datang dari masa lalu, masih kokoh menantang matahari terbit hingga saat ini.

Comments

Post a Comment

Popular Posts