Beberapa waktu lalu (udah lama
sih sebenernya), Indonesia meluncurkan program e-KTP, alias KTP elektrik, yang
konon kabarnya bias berfungsi seperti sim
card. Dengan adanya e-KTP, maka setiap orang hanya akan mempunyai satu KTP
karena KTP ini menggunakan pemindai kornea mata dan rekaman sidik jari.
Saya sempat berkhayal bahwa ini
adalah akhir dari kekacauan birokrasi dan segala keribetan turunannya di
Indonesia.
Saya kemudian berkhayal, suatu hari nanti ketika e-KTP sudah berjalan, kita
tidak perlu lagi mengisi formulir apapun dimanapun. Tidak perlu juga
mengumpulkan fotokopi KTP. Kenapa? kan sudah ada e-KTP. Misalnya saat membuka
rekening di Bank, atau registrasi di rumah sakit, gesek saja e-KTP, data sudah
masuk. Lengkap.
Saya juga membayangkan, jika
pemilu tidak perlu lagi menggunakan DPT (Daftar pemilih tetap), buat apa, kan
sudah ada e-KTP. Dengan e-KTP, qt bias gesek dimana saja, lalu pilih calon
presiden pilihan kita, maka data akan langsung terkirim ke pusat. Hari itu
juga, sudah ada hasil pasti siapa presiden terpilih. Dengan e-KTP pula,
seharusnya mustahil terjadi penggelembungan suara pemilu, atau kerts suara yang
dicoblos oknum tak bertanggung jawab, wong
semua sudah online, e-KTP di gesek, tarus sidik jari, pilih. Jika sudah memilih
kemudian menggesek lagi, system akan langsung menolak. Mantap dan luar biasa
sekali ya????
Tapi harapan tinggal khayalan,
kita masih bias liat orang punya e-KTP sampai 2 buah dengan alamat berbeda. Di
tempat lain ada pula yang sama sekali tidak punya e-KTP.
Membuat akun bank masih harus isi
ini itu, bpjs kacau balau, masuk rumah sakit begitu ribet.
DPT pemilu masih kacau balau.
Banyak yang memilih sampai dua kali, tapi ada yang gak bias memilih karna tak
terdaftar di DPT. Orang sudah meninggal
masuk DPT, bayi 2 bulan masuk DPT, dan banyak kekacauan lain.
Sepertinya, untuk berharap lebih
pada e-KTP masih sebatas khayalan belaka. Apalagi mendengar berita yang beredar
tentang dugaan penyelewengan dana pengadaan e-KTP.
Untuk berharap e-KTP bukan hanya
sebatas proyek oknum pemerintah, sepertinya harus terus berharap sampai entah
kapan.
Comments
Post a Comment