Skip to main content

Featured

"Orang Pendek" bukan Sekedar Mitos.

- 2014 Akhir tahun 2014, saya ketika itu bepergian ke daerah Bengkulu. Ketika itu saya memilih jalan darat, karena selain lebih murah, perjalanan darat juga memberi suatu hal yang saya sebut sebagai "perjalanan yang sesungguhnya". Saat itu saya menggunakan jasa suv yang di jadikan travel.   Singkat cerita, saya memasuki perbatasan Lampung - Bengkulu melewati daerah bergunung dengan hutan lebat. Driver menyebut daerah ini dengan nama Hutan Lindung. Kemudian saya menyimpulkan bahwa kawasan ini sebenarnya adalah bagian dari kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Salah satu kawasan Taman Nasional terluas dan terkaya di bumi sumatera ini membentang dari Lampung hingga ke Bengkulu.   Seperti biasa, dalam perjalanan saya mengobrol bebas dengan penumpang lain dan driver tentunya sampai akhirnya masuk ke sebuah cerita yang di sampaikan Driver dengan logat khas bengkulu itu. "Dulu kalau saya lewat sini, sering banyak anak kecil pak". Anak kecil macam apa yan

Tjilik Riwut dan bumi Kalimantan.

Pada medio 2011, menjelang bulan Ramadhan, saya ditawari untuk ikut di program BRINCC Expedition. Sebuah expedisi di rimba Kalimantan bersama berbagai mahasiwa dari eropa dan amerika serikat. Saat itu saya berangkat hanya bermodal nekat dan skill lapangan seadanya. Tujuannya jelas, mencari pengalaman, sekaligus belajar Bahasa Inggris langsung dari bule. Sebagai info saja, saat itu Bahasa inggris saya selevel tukang becak. Bukan tukang becak London tentu nya, tapi tukang becak di rawabelong.  Cerita tentang perjalanan saya berpetualang bersama para bule pernah saya ceritakan, dan Insya Allah nanti saya ceritakan lagi hal lain tentang perjalanan saya itu, kali ini, saya ingin mengupas hal lain tentang pengalaman saya di bumi Kalimantan.

Perjalanan ke Palangkaraya adalah kali kedua saya menginjakkan kaki di Bumi Kalimantan. Sebelumnya saya pernah pergi ke beberapa tempat di Kalimantan Barat dan Tengah, namun saat itu saya bepergian dengan kapal Laut. Untuk bepergian dengan pesawat, tentu ini pertama kalinya. Pertama kali nya pula saya naik pesawat.

Selama di perjalanan dari bogor ke bandara, hingga naik pesawat tidak ada banyak masalah berarti walaupun norak sekali karna itu pertama kalinya saya naik pesawat. Setelah norak sepanjang perjalanan itu, pesaat pun mendarat mulus di bandara Tjilik Riwut, Palangkaraya. Saya sempat melihat papan nama bandara hingga langsung mengingat nama bandara nya saat itu. Yang saya tidak tahu, Tjilik Riwut itu apa, atau siapa. Pengetahuan saya minim sekali tentang sosok legendaris bumi Kalimantan ini.

Tentu saya tidak tahu bahwa Tjilik Riwut lah yang berjasa meyakinkan hampir 500 sub-suku Dayak untuk bergabung dengan NKRI. Saya juga tentu tidak tahu bahwa beliau pernah mengelilingi seluruh pulau Kalimantan dengan berjalan kaki. Saya juga tidak pernah tahu bahwa konon beliau bisa mengehentikan pesawat tempur musuh yang sedang terbang hanya dengan sekali pijakan kaki ke tanah. Saya pun tidak pernah tahu jika puluhan jalan raya di Pulau Kalimantan diberi nama dengan namanya. Dan tentu saya tidak pernah tahu jika beliau adalah salah satu Pahlawan Nasional asal Pulau Kalimantan. Beliau juga pernah menjabat jadi gubernur Kalimantan tengah. Tentu saja saya tidak tahu itu semua.

Kembali ke leptop, setelah pesawat mendarat, kemudian saya di antar dengan taksi menuju sebuah rumah didekat bundaran besar palangkaraya yang terkenal itu. Rumah itu terletak tepat di depan hotel dan kantor pos palangkaraya. Oiya, ngomong-ngomong tentang bundaran besar palangkaraya, konon bundaran itu adalah titik tengah Negara Indonesia dan sempat di proyeksikan sebagai pusat dari ibukota Negara di masa depan.

Kembali ke cerita, saya kemudian disambut di rumah tersebut. Disanalah saya menginap sementara menunggu keberangkatan menuju site di Murung Raya. Tidak tampak ada yang istimewa awalnya, sebelum saya melihat ada foto sesosok pria memegang senapan bercelana militer di foto yang di pajang di dinding. Ohh…well, mungkin rumah ini milik keluarga militer, pikirku saat itu, walaupun pemilik rumah adalah pegawai di pemda setempat. Namun kemudian, semua berubah makin norak ketika saya mengobrol dengan salah satu team expedisi yang sekaligus cucu dari foto pria bersenjata di foto yang saya liat.

Ooh, itu kakek ku, katanya. Kakekku juga nulis buku nih, sekarang bukunya dipake di kurikulum muatan local di Kalimantan tengah. OHH,,, WOW !!! seruku saat itu, masih belum sadar. Kemudian aku membaca bukunya, memang menarik. Di ceritakan dalam buku itu adat budaya suku dayak, suku dayak dalam pemerintahan maupun dalam perannya mengusir penjajah, bagaimana suku dayak bergabung dengan NKRI, benar-benar buku yang menarik. Sampai akhirnya saya ingat, ah…iya , buku ini ditulis oleh kakek dari salah satu team, sekaligus yang foto nya terpampang di dinding. Demi melihat nama penulis nya, saya kemudian terbelalak dan norak setengah mati, disitu terpampang nama : “TJILIK RIWUT”.

Comments

Popular Posts