Pada medio 2011, menjelang bulan
Ramadhan, saya ditawari untuk ikut di program BRINCC Expedition. Sebuah
expedisi di rimba Kalimantan bersama berbagai mahasiwa dari eropa dan amerika
serikat. Saat itu saya berangkat hanya bermodal nekat dan skill lapangan
seadanya. Tujuannya jelas, mencari pengalaman, sekaligus belajar Bahasa Inggris
langsung dari bule. Sebagai info saja, saat itu Bahasa inggris saya selevel
tukang becak. Bukan tukang becak London tentu nya, tapi tukang becak di
rawabelong. Cerita tentang perjalanan
saya berpetualang bersama para bule pernah saya ceritakan, dan Insya Allah
nanti saya ceritakan lagi hal lain tentang perjalanan saya itu, kali ini, saya
ingin mengupas hal lain tentang pengalaman saya di bumi Kalimantan.
Perjalanan ke Palangkaraya adalah
kali kedua saya menginjakkan kaki di Bumi Kalimantan. Sebelumnya saya pernah
pergi ke beberapa tempat di Kalimantan Barat dan Tengah, namun saat itu saya
bepergian dengan kapal Laut. Untuk bepergian dengan pesawat, tentu ini pertama
kalinya. Pertama kali nya pula saya naik pesawat.
Selama di perjalanan dari bogor
ke bandara, hingga naik pesawat tidak ada banyak masalah berarti walaupun norak
sekali karna itu pertama kalinya saya naik pesawat. Setelah norak sepanjang
perjalanan itu, pesaat pun mendarat mulus di bandara Tjilik Riwut,
Palangkaraya. Saya sempat melihat papan nama bandara hingga langsung mengingat
nama bandara nya saat itu. Yang saya tidak tahu, Tjilik Riwut itu apa, atau
siapa. Pengetahuan saya minim sekali tentang sosok legendaris bumi Kalimantan ini.
Tentu saya tidak tahu bahwa
Tjilik Riwut lah yang berjasa meyakinkan hampir 500 sub-suku Dayak untuk
bergabung dengan NKRI. Saya juga tentu tidak tahu bahwa beliau pernah
mengelilingi seluruh pulau Kalimantan dengan berjalan kaki. Saya juga tidak
pernah tahu bahwa konon beliau bisa mengehentikan pesawat tempur musuh yang
sedang terbang hanya dengan sekali pijakan kaki ke tanah. Saya pun tidak pernah
tahu jika puluhan jalan raya di Pulau Kalimantan diberi nama dengan namanya. Dan
tentu saya tidak pernah tahu jika beliau adalah salah satu Pahlawan Nasional
asal Pulau Kalimantan. Beliau juga pernah menjabat jadi gubernur Kalimantan tengah.
Tentu saja saya tidak tahu itu semua.
Kembali ke leptop, setelah
pesawat mendarat, kemudian saya di antar dengan taksi menuju sebuah rumah
didekat bundaran besar palangkaraya yang terkenal itu. Rumah itu terletak tepat
di depan hotel dan kantor pos palangkaraya. Oiya, ngomong-ngomong tentang
bundaran besar palangkaraya, konon bundaran itu adalah titik tengah Negara Indonesia
dan sempat di proyeksikan sebagai pusat dari ibukota Negara di masa depan.
Kembali ke cerita, saya kemudian
disambut di rumah tersebut. Disanalah saya menginap sementara menunggu
keberangkatan menuju site di Murung Raya. Tidak tampak ada yang istimewa
awalnya, sebelum saya melihat ada foto sesosok pria memegang senapan bercelana
militer di foto yang di pajang di dinding. Ohh…well, mungkin rumah ini milik
keluarga militer, pikirku saat itu, walaupun pemilik rumah adalah pegawai di
pemda setempat. Namun kemudian, semua berubah makin norak ketika saya mengobrol
dengan salah satu team expedisi yang sekaligus cucu dari foto pria bersenjata
di foto yang saya liat.
Ooh, itu kakek ku, katanya. Kakekku
juga nulis buku nih, sekarang bukunya dipake di kurikulum muatan local di
Kalimantan tengah. OHH,,, WOW !!! seruku saat itu, masih belum sadar. Kemudian aku
membaca bukunya, memang menarik. Di ceritakan dalam buku itu adat budaya suku
dayak, suku dayak dalam pemerintahan maupun dalam perannya mengusir penjajah,
bagaimana suku dayak bergabung dengan NKRI, benar-benar buku yang menarik. Sampai
akhirnya saya ingat, ah…iya , buku ini ditulis oleh kakek dari salah satu team,
sekaligus yang foto nya terpampang di dinding. Demi melihat nama penulis nya,
saya kemudian terbelalak dan norak setengah mati, disitu terpampang nama : “TJILIK
RIWUT”.
Comments
Post a Comment